Hesti Haris Sebut Disleksia Bukan Kekurangan, Tapi Perbedaan Cara Belajar

oleh -31 Dilihat
oleh
Bunda PAUD Provinsi Jambi, Hj. Hesnidar Haris

SWARAJAMBI.NET, JAMBI–Bunda PAUD Provinsi Jambi, Hj. Hesnidar Haris (Hesti Haris), menjadi pembicara utama dalam kegiatan Talk Show dan Deteksi Dini Kesulitan Belajar Spesifik dengan tema “Merangkul Disleksia di Sekitar Kita”. Kegiatan ini berlangsung di Aula Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Jambi, Selasa (14/10/2025) pagi.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kesulitan belajar spesifik, terutama disleksia, serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya deteksi dini dan pendampingan bagi anak-anak usia sekolah. Peserta kegiatan terdiri dari para guru, tenaga pendidik, pemerhati pendidikan, serta perwakilan komunitas dari berbagai daerah di Provinsi Jambi.

Acara tersebut juga merupakan bagian dari program nasional yang digelar secara serentak di 11 provinsi dan 26 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Di Provinsi Jambi, pelaksanaan talk show melibatkan narasumber dari Indonesia Dyslexia Specialist Teachers (IDST) yang memberikan penjelasan mendalam mengenai ciri-ciri disleksia, cara mengenali, serta langkah pendampingan yang tepat bagi anak dengan kesulitan belajar spesifik.

Dalam sambutannya, Hj. Hesti Haris menegaskan bahwa disleksia bukanlah tanda rendahnya kecerdasan anak, melainkan perbedaan cara kerja otak dalam menerima dan mengolah informasi. Oleh sebab itu, anak-anak dengan disleksia harus mendapatkan dukungan dan pemahaman, bukan stigma.

“Disleksia bukan kekurangan, melainkan perbedaan cara belajar. Dengan pemahaman yang tepat, anak-anak disleksia dapat berprestasi seperti anak lainnya,” ujar Hj. Hesti Haris.

Hj. Hesti Haris juga menyampaikan bahwa jumlah anak dengan disleksia di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 5 juta jiwa, angka yang bahkan lebih besar dari jumlah penduduk Provinsi Jambi. Menurutnya, data tersebut menjadi pengingat penting bahwa isu kesulitan belajar spesifik harus menjadi perhatian bersama antara pemerintah, pendidik, dan masyarakat.

Lebih lanjut, Hj. Hesti Haris menekankan pentingnya sosialisasi berjenjang dan berkelanjutan mengenai disleksia. Sosialisasi ini perlu dimulai dari lingkungan kampus, komunitas, hingga satuan pendidikan formal seperti sekolah dasar dan menengah.

“Saya berharap kita semua disini bersama-sama menyampaikan kabar ini, supaya para orang tua tahu bahwa ternyata ada solusinya. Jadi mereka tidak putus asa. Maka saya bilang, ini adalah kabar gembira untuk yang memiliki anak seperti ini,” tambah Hj. Hesti Haris.

“Dengan sosialisasi yang lebih luas, diharapkan masyarakat memiliki pemahaman yang benar mengenai disleksia sehingga orang tua mampu menerima kondisi anak dengan sikap positif dan semangat mendampingi mereka untuk berkembang,” pungkasnya.(*)

 

No More Posts Available.

No more pages to load.